Dialog dengan Tukang Parkir

    Sekitar 30 menit waktu yang kuhabiskan dalam pembicaaran dengan sang “tukang parkir” disaat menunggu istri yang lagi memeriksakan anak ke dokter.. Berbeda dengan tukang parkir lainnya, walaupun tetap sibuk mengatur kendaraan, disela-sela kesibukannya itu, tukang parkir yang satu ini ternyata memiliki “pandangan” atau tepatnya “pengakuan” yang barangkali dapat memberikan pelajaran buat kita semua…

    1. Pengakuan pertama yang dikemukakan adalah tidak gampang mengatur orang yang memarkir kendaraannya, Pengalamannya selama ini ternyata ada orang yang tidak mau diatur, ada orang yang “sok” mentang-mentang pejabat, aparat dan “orang kaya”, dan ada pula orang yang sangat patuh, tanpa diberitahu, orang itu akan memarkir kendaraanya dengan rapi dan tak membuat macet (maklumlah.. areal parkirnya tepat di pinggir jalan).

    2. Kedua, perlu usaha untuk menjadi “tukang parkir resmi”. Perlu ada kartu pengenal yang harus diperbaharui setiap satu tahun. Biaya untuk pembuatan kartu tersebut sebesar Rp. 20.000,-. Celakanya jika tidak ada kartu, bisa ditangkap dan dipenjara (pengakuannya sudah 2 kali dia dipenjara gara-gara tidak memperbaharui kartunya)… ketat juga penerapan peraturan bagi mereka ya…

    3. Ketiga, mereka ternyata diberikan target yang harus atau “tidak bisa tidak” untuk disetor ke pemerintah kota.. Untuk dia, besarannya Rp. 60.000,- setiap 2 minggu.. Inilah cara mudah pemerintah kota/kabupaten dalam mendapatkan pajak/retribusi parkir..

    4. Keempat, jika harus memilih, mereka lebih memilih ucapan terima kasih daripada diberikan uang tapi dibarengi dengan cacian, muka masam dan tidak bersahabat.

    5. Kelima, dirinya tidak percaya lagi dengan pejabat-pejabat… kenapa? Karena dengan melihat karakteristik manusia yang lalu lalang dihadapannya, tidak selamanya pejabat atau aparat dapat memberikan contoh yang baik… (berkaitan dengan point nomor 1 dan 4).. Mobil boleh berplat merah atau mewah, tapi kelakuannya kayak orang yang tidak berpendidikan.. Bukan hanya sulit diatur, jangankan bayar parkir, kadang-kadang tak ada “Ucapan terima kasih” yang dirinya terima dari mereka… Padahal “mobilnya sudah diprioritaskan dari kendaraan lainnya”… keluhnya…

    Dari pengakuan ini, tentunya kita semua harus sadar, bahwa masyarakat kecilpun dapat menilai mana yang baik dan benar, sehingga kita tidak perlu bermuka dua ataupun berdalih seakan-akan kita sudah benar dan berpihak pada masyarakat kecil, karena sesungguhnya mereka juga punya pandangan tersendiri atas sikap kita..

    Lihatlah mereka.. Tanpa mengharapkan imbalan yang tetap dan besar, mereka senantiasa berupaya untuk melakukan pekerjaannya secara benar, yaitu menjaga agar kendaraan yang diparkir aman (termasuk tidak lecet ), serta senantiasa berupaya agar lalu lintas dapat berjalan lancar… Bagaimana dengan kita, yang digaji dengan besar, tetap dan memakai uang rakyat lagi? Sudahkah kita menjalankan tugas dan tanggungjawab secara benar?

    Kepada aparat dan penguasa, berlaku adillah… Jangan hanya kepada masyarakat kecil saja, peraturan ditegakkan tanpa ampun…Tidak salah jika menegakkan peraturan, tapi jangan hanya kepada masyarakat kecil dong… Kepada Pejabat ataupun orang berduit sekalipun, kalau mereka bersalah juga harus ditegakkan keadilan itu…

    Makanya jangan hanya “sok” pintar mengatur sebuah perusahaan, instansi, daerah atau negara ini… Tapi ternyata kita tidak bisa mengatur diri sendiri dan diatur oleh orang lain…

    Yang terakhir… biasakanlah mengucapkan terima kasih kepada siapa saja… Terutama kepada masyarakat kecil, karena sesungguhnya ucapan terima kasih anda akan sangat bermakna bagi mereka… Jangan hanya pandai berterima kasih kepada atasan…

    Terima kasih Atas pengakuannya bang “Tukang Parkir”…
    Source URL: http://danger-radioactive.blogspot.com/2011/08/dialog-dengan-tukang-parkir.html
    Visit danger-radioactive for Daily Updated Hairstyles Collection